“Saya aslinya dua orang.”

Tentu beberapa dari kalian sudah pernah mendengar kalimat tersebut. Awalnya, saya menganggap kalimat itu hanya candaan belaka. Akhirnya, kalimat itu terjadi nyata pada diri saya sendiri.

Saya seorang mahasiswi dan aktivis di salah satu unit kegiatan Islam di kampus. Saya memegang jabatan yang cukup penting dan menurut saya sangat berpengaruh pada keberlangsungannya.

Saya juga aktif dalam sebuah organisasi eksternal kampus yang membawa atribut Islam dalam setiap kegiatannya. Dengan keaktifan saya di dua organisasi tersebut, saya otomatis memiliki label “Muslimah” di antara beberapa teman. Penampilan saya yang berjilbab cukup panjang dan selalu menjaga pergaulan dengan lawan jenis pun mendukung label ini.

Namun, pembawaan itu hanya terlihat saat saya berbaur dengan teman-teman kampus. Saat di rumah dan mulai berselancar di internet, seketika saya merasa menjadi orang lain. Tak ada lagi sosok saya yang agamis dengan pembicaraan seputar dakwah untuk umat. Saya sepenuhnya berubah menjadi sosok Kpoper yang bersemangat dan euforia saat melihat idola saya memberikan update kegiatan terbaru.

Dakwah dan Kpop adalah dua hal yang sukar disatukan dalam organisasi yang saya ikuti. Saya sudah beberapa kali menyinggung secara halus ide untuk memasukkan sedikit unsur Kpop dalam dakwah. Sayangnya, reaksi yang saya dapat cukup membuat saya kapok untuk tak menyinggungnya lagi. Karena itu, saya memutuskan diam, belajar menggandakan kepribadian dan mengeluarkannya di saat yang tepat sesuai situasi dan kondisi yang sedang dihadapi.

Saya tidak pernah mengungkapkan hal ini kepada siapa pun, termasuk orang dekat. Ketika saya tak sengaja mengomentari hal-hal berbau Kpop, mereka cenderung akan memaklumi karena saya memang dikenal sebagai seseorang yang update berita.

Saya sendiri menggunakan platform Twitter untuk mengetahui berita terkini dan update terbaru dari idola. Saya menemukan banyak teman baru di Twitter. Jika kalian bertemu saya di kampus, saya terlihat seperti mahasiswi pendiam yang cenderung malu untuk menyapa lebih dulu. Namun, di Twitter, saya merasa lebih bisa menjadi diri sendiri. Saya dapat dengan berani menuliskan komentar atau menandai mutual yang sama sekali tidak saya ketahui identitasnya di dunia nyata.

Lantas, bagaimana saya menyikapi kedua perbedaan ini? Menurut saya, tak ada yang salah dalam mengidolakan seseorang selagi masih dalam batas wajar. Dan mengikuti organisasi keislaman tersebut justru dapat menjaga saya untuk tetap berada di ambang normal dalam mengidolakan seseorang. Saya masih tahu betul batas antara seorang penggemar dan idolanya. Saya masih cukup sadar untuk tak menghabiskan uang yang saya miliki membeli merchandise yang dikeluarkan oleh idola.

Dan hebatnya, dunia digital sekarang seperti mewadahi saya untuk menikmati hidup yang saya jalani. Dengan dua akun yang berbeda, saya tetap dapat menikmati konten idola namun juga bisa mengikuti kegiatan organisasi saya. Melalui perkembangan Kpop di internet, saya belajar banyak hal baru mengenai dunia desain yang secara tidak langsung dapat saya aplikasikan agar organisasi saya tetap dapat menyebarkan hal-hal baik mengikuti tren masa kini.

Jadi, jika ditanya mana saya yang asli, saya adalah keduanya. Saya tetap seorang Muslimah yang menyebarkan konten dakwah melalui organisasi yang saya ikuti. Saya juga tetap seorang penggemar yang mengagumi idola saya melalui layar gawai.

Maka, kalimat “saya aslinya dua orang” menurut saya benar adanya. Saya adalah contoh nyatanya.

Dua Orang