Media-media mengecer hoaks Timor Leste, memancing syahwat ultranasionalisme pembaca Indonesia.
Aktivisme fans Kpop menunjukkan mereka lebih dari stigma negatif yang mereka sering terima.
Kita sering mendengar istilah post-truth untuk menjelaskan era hari ini yang marak dengan kebohongan yang dipercaya. Tapi, bukankah istilah post-truth sendiri merupakan sebuah kebohongan yang lain?
Iklan politik di media sosial ternyata sering berujung masalah. Facebook dan Twitter punya cara berbeda untuk menyikapinya. Mengapa isu ini dipandang penting?
Di Indonesia, istilah “ujaran kebencian” seringkali disalahpahami sebatas sebagai penghinaan, atau bahkan dipakai untuk membungkam kritik. Sebenarnya, apa itu ujaran kebencian dan bagaimana mengenalinya?
Liputan mengenai agama dan kepercayaan minoritas menuntut sensitivitas dan pikiran yang terbuka. Tugas jurnalis soal itu, mendorong pemenuhan hak mereka oleh negara.
Proyek Meikarta terancam gagal karena tersandung berbagai kasus. Namun ia berhasil dalam satu hal: sebagai proyek percontohan demokrasi yang dicaplok korporasi.
Ramainya pemutaran film dokumenter Sexy Killers kerap disertai dengan diskusi. Hal ini menunjukkan potensi terbukanya ruang-ruang publik baru dalam membicarakan berbagai isu. Namun sebenarnya, seberapa besar dampaknya bagi deliberasi politik?
Pemilu 2019 membosankan dan tak produktif. Adakah upaya media untuk mendorong munculnya diskursus alternatif?
Pernyataan sikap Remotivi atas pemberian medali kebebasan pers pada Presiden Joko Widodo pada Hari Pers Nasional, 9 Februari 2019.
Sebuah kisah tentang kegagalan jurnalisme: ketika desas-desus dianggap setara dengan fakta dengan dalih keberimbangan.
Jelang pemilu 2019, pemerintah kian rajin mencipta gelembung-gelembung persepsi semisal, “BBM satu harga di seluruh Indonesia”, “angka kemiskinan terendah sepanjang sejarah”, dan lainnya. Namun, seperti halnya gelembung, klaim-klaim ini besar tapi kosong.