Tiga sekawan mendirikan media komunitas di Pekalongan, tanpa investor, tanpa kantor, dan tanpa gaji. “Wong edan bebas,” begitu prinsip mereka.
Kasus Meikarta menunjukkan bagaimana pengiklan mengintervensi pemberitaan. Wartawan mesti menurut meski berlawanan dengan nurani.
Demi membuat percaya pembaca, situs-situs penyebar kebencian mengemas omong kosong seolah karya jurnalistik. Dengan cara apa mereka melakukannya?
Narkoba selalu disorot media sebagai musuh bersama. Sorotan yang menyembunyikan kompleksitas masalah di baliknya.
Meski kekerasan Mei 1998 sudah lewat 19 tahun lalu, kebencian dan diskriminasi rasial masih digdaya di media Indonesia.
Menjamurnya hoax punya hubungan erat dengan pesatnya teknologi komunikasi. Bagaimanakah ini bisa terjadi?
Lebih dari 50 tahun pertelevisian di Indonesia, rating masih menjadi raja. Benarkah rating menjadi penyebab munculnya program-program televisi tak bermutu?
Di tengah merebaknya media Islam dengan pandangan tidak toleran, bagaimanakah tanggapan muslim moderat?
Jakarta diguncang aksi teror. Media malah membuat semrawutnya informasi jadi berlipat ganda.
Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi mimpi buruk Indonesia. Pemberitaan di media daring seringkali malah memperparah kondisi itu.
Perkembangan teknologi melahirkan jagoan baru: jurnalisme daring. Di balik kemudahan akses yang ditawarkan, ia masih menyimpan masalah serius.
Dengan gaya jurnalisme yang meledak-ledak dan vulgar, Pos Kota menjadi salah satu pelopor jurnalisme kuning di Indonesia.